MENIKAH
Pernikahan
merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari
segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan
lain hal.
Dalam pandangan
Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang
berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan
masyarakat.
Nikah secara
bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat al-asyjar,
yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu
tempat.Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang
digunakan untuk menyebut “akad nikah”, kadang digunakan untuk menyebut hubungan
seksual.”
|
1. Wajib. Kepada orang yang mempunyai nafsu
yang kuat. Sehingga apabila dia tidak menikah bisa menjerumuskannya ke lembah
maksiat (zina dan sebagainya) dan dia seorang yang mampu. Mampu ini bermaksud
dia mampu membayar mahar dan menafkahi isterinya.
2. Sunat. Kepada orang yang sudah mampu
tetapi dia masih dapat menahan nafsunya.
3. Mubah. Kepada orang yang tidak ada larangan
baginya untuk menikah dan ini merupakan hukum asal pernikahan.
4. Makruh. Kepada orang yang tidak mampu
nafkah batin dan lahir tetapi dia juga tidak memberikan kemudaratan kepada
isterinya.
5. Haram. Kepada orang yang tidak mampu untuk
memberi nafkah batin dan lahir, dia juga tidak berkuasa (lemah), tidak punya
keinginan menikah, serta dikhawatirkan dapat/akan menganiaya isterinya jika
menikah.
|
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ
أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaany-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenis kamu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadiakn-Nya diantaramu rasa
kasih dan saying. Sesuangguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Qr-Ruum:21)
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ
عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن
فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah oran-prang yang sendirian di antara kamu
dan mereka yang berpekerti baik, termasuk hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS An-Nuur:32).
Rukun Perkawinan.
Setiap ibadah tentunya mempunyai
rukun dan syarat, agar ibadah tersebut sah dan sesuai dengan ajaran islam.
Dalam konteksnya dengan perkawinan, rukun dari sebuah pernikahan adalah:
1.
Adanya
calon mempelai pria dan wanita.
2.
Adanya
wali dari calon mempelai wanita.
3.
Dua
orang saksi dari kedua belah pihak.
4.
Adanya
ijab; yaitu ucapan penyerahan mempelai wanita oleh wali kepada mempelai pria
untuk dinikahi.
5.
Qabul;
yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai pria (jawaban dari ijab).
|
Hak suami dan kewajiban istri 1:
Istri yang sholeh adalah yang taat pada perintah Allah, yang menunjukkan
perempuan tersebut selalu ingat pada Tuhannya.
Hak suami dan kewajiban istri 2: Istri yang ceria itu enak
dipandang, karena dia bisa merawat diri dan menjaga perbuatannya. Perempuan
yang berhias di dalam rumah itu membahagiakan.
Hak suami dan kewajiban istri 3: Istri sepatutnya selalu
taat pada suami, sepanjang tidak melawan kesukaan Allah. Hal ini menunjukkan
karakternya yang tulus, yang berlawanan dengan kesombongan.
Hak suami dan kewajiban istri 4: Istri yang membantu suami
dalam memenuhi janji pernikahannya, sepanjang tidak bertentangan dengan
kesukaan Allah. Ini menunjukkan loyalitas.
Hak suami dan kewajiban istri 5: Istri mesti menjaga
kesuciannya, dengan melindungi kehormatan suaminya. Ini menunjukkan bahwa sang
istri layak dipercaya. Ini adalah sangat penting dalam pernikahan, dan bisa
berakibat menguatnya atau runtuhnya pernikahan. Ini akan mempengaruhi kedamaian
hati suami dan akan sangat menggangu keberhasilannya baik di dalam maupun di
luar rumah.
Hak suami dan kewajiban istri 6: Istri menjaga kekayaan dan
harta milik suami, dengan secara bijak mengolah apa yang dipercayakan padanya.
Ini menunjukkan sang istri cerdas dan handal, karena istri menunjukkan
kebolehannya dalam urusan suami. Ini adalah karakter luar biasa, yang sangat
dibutuhkan suami yang ingin terus meningkatkan posisi keluarga di masyarakat.
Hak suami dan kewajiban istri 7: Istri mengasuh anak-anak
suaminya seperti yang diinginkan sang suami. Hal ini menunjukkan sang istri
sangat mengasihi dan menyayangi, dan anak-anaknya menjadi prioritas utama.
Hak suami dan kewajiban istri 8: Istri yang di saat
ditinggal suaminya menolak orang lain masuk rumah tanpa ijin sang suami.
Keluarga istri selalu diijinkan, kecuali yang dilarang oleh sang suami. Juga,
di saat suami pergi, sang istri bisa menerima saudara laki-laki suami masuk
rumah; namun dia hanya boleh masuk sampai ruangan khusus, seperti ruang tamu,
dan saudara ipar tersebut tidak boleh berduaan dengan sang istri. Contoh
lainnya, sang istri tidak semestinya meninggalkan rumah suami tanpa ijin.
Sekalipun perempuan diperbolehkan untuk datang ke Masjid, namun mereka harus
mendapatkan ijin dari suami sebelum berangkat ke Masjid atau hendak beribadah
puasa.
Hak suami dan kewajiban istri 9: Istri yang tidak menolak
saat dipanggil suami ke tempat tidur. Pekerjaan istri di rumah memang berat,
namun begitu juga godaan yang dihadapi suami di luar rumah di setiap harinya.
Jadi, seorang istri yang bijak akan mengerti bagaimana caranya untuk melegakan
sang suami, dengan diantaranya memenuhi hasrat suami.
Hak suami dan kewajiban istri 10: Istri berlaku ramah pada
orang tua suami. Artinya, sang istri menunjukkan keramahan pada orang tuanya,
sebagaimana menantu yang baik berperilaku, dengan setia melayani mereka.
Perbuatan semacam ini memperkuat ikatan suami istri, karena hal ini menunjukkan
penghormatan.
Sang Imam kemudian menutup khutbah dengan menekankan dua
nilai penting bagi suami, yang ingin memiliki keturunan yang baik dan ingin
memberikan anak mereka pasangan hidup yang baik. Yang pertama adalah untuk
orang tua – terutama sang bapak – yang meninginkan anak-anak yang patuh, mesti
menjaga perilakunya, atau anak-anaknya akan tumbuh menjadi tidak patuh. Orang
tua tidak bisa memberikan pada mereka apa yang mereka tidak punyai. Yang kedua
adalah pada sahabat Rasulullah, di saat mereka membawa calon pengantin
perempuan pada suaminya, menasehati mereka untuk melayani suami, dan berbuat
baik pada orang tuanya.
Hak Bersama Suami Istri
· Suami istri, hendaknya saling
menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar Rum: 21).
· Hendaknya saling mempercayai dan
memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
· Hendaknya menghiasi dengan pergaulan
yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
· Hendaknya saling menasehati dalam
kebaikan. (Muttafaqun Alaih)Adab Suami Kepada Istri .
· Suami hendaknya menyadari bahwa
istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
· Seorang istri bisa menjadi musuh
bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
· Hendaknya senantiasa berdo’a kepada
Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
· Diantara kewajiban suami terhadap
istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal),
Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(AI-Ghazali)
· Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka
dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi
nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan.
(An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.
· Orang mukmin yang paling sempurna
imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya.
(Tirmudzi)
· Suami tidak boleh kikir dalam
menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
· Suami dilarang berlaku kasar terhadap
istrinya. (Tirmidzi)
· Hendaklah jangan selalu mentaati
istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka.
Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan
Bashri)
· Suami hendaknya bersabar dalam
menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
· Suami wajib menggauli istrinya
dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim.
(An-Nisa’: 19)
· Suami wajib memberi makan istrinya
apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak
menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu
Dawud).
· Suami wajib selalu memberikan
pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
· Suami wajib mengajarkan istrinya
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.).
(AI-Ghazali)
· Suami wajib berlaku adil dan
bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
· Suami tidak boleh membuka aib istri
kepada siapapun. (Nasa’i)
· Apabila istri tidak mentaati suami
(durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada
ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali).
· Jika suami hendak meninggal dunia,
maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab
Isteri Kepada Suami
· Hendaknya istri menyadari clan
menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita.
(An-Nisa’: 34)
· Hendaknya istri menyadari bahwa hak
(kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
· Istri wajib mentaati suaminya selama
bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
· Diantara kewajiban istri terhadap
suaminya, ialah:
a) Menyerahkan dirinya,
b) Mentaati suami,
c) Tidak keluar rumah, kecuali dengan
ijinnya,
d) Tinggal di tempat kediaman yang
disediakan suami
e) Menggauli suami dengan baik.
(Al-Ghazali)
· Istri hendaknya selalu memenuhi
hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun
Alaih)
· Apabila seorang suami mengajak
istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka
penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
· Istri hendaknya mendahulukan hak
suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang
mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
· Yang sangat penting bagi istri
adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan
masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
· Kepentingan istri mentaati suaminya,
telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia,
maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
· Istri wajib menjaga harta suaminya
dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
· Istri hendaknya senantiasa membuat
dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
· Istri wajib menjaga kehormatan
suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah).
(An-Nisa’: 34)
· Ada empat cobaan berat dalam
pernikahan, yaitu:
(1) Banyak anak
(2) Sedikit harta
(3) Tetangga yang buruk
(4) lstri yang berkhianat. (Hasan
Al-Bashri)
· Wanita Mukmin hanya dibolehkan
berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun
Alaih)
· Wanita dan laki-laki mukmin, wajib
menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31).
Isteri
Sholehah
· Apabila seorang istri, menjaga
shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan
mentaati suaminya, niscaya Allah swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu
Hibban)
· Istri sholehah itu lebih sering
berada di dalam rumahnya, dan sangat jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)
· Istri sebaiknya melaksanakan shalat
lima waktu di dalam rumahnya. Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang
wanita di rumahnya lebih utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita
di kamarnya lebih utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
· Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah
saw. sebagai tauladan utama.
|
Perceraian dalam
istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau
membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul kemudian
perkataan ini di jadikan istilah oleh hali fiqih yang berarti perceraian antara
suami istri.
Sedangkan
menurut syara’ ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz
talaq atau yang semakna dengannya.
Hukum perceraian
ini dapat digolongkan menjadi empat golongan:
1. Golongan yang menyatakan hukum asal perceraian itu
makruh atau mendekati makruh. Pendapat ini dilegimitasi oleh Maliki.
2. Golongan yang menyatakan bahwa hukum asal perceraian
dikategorikan sebagai jaiz dan haram, yaitu boleh dan terlarang. Pendapat ini
dikemukakan oleh madzhab Hanafi.
3. Golongan yang menyatakan bahwa hukum asala
perceraian adalah antara terlarang dan makruh. Pendapat ini dikemukan oleh al
Kasani.
4. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa hukum asal
perceraian adalah mubah.
Sedangkan apabila dilihat dari sudut latar belakang munculnya talak, maka talak terbagi dalam lima kategori :
Sedangkan apabila dilihat dari sudut latar belakang munculnya talak, maka talak terbagi dalam lima kategori :
a. Talak Wajib.
Yakni
talak yang dijatukan oleh hakam (penengah) karena perpecahan anatara suami
istri yang sudah hebat, maka hakam berpendapat bahwa hanya talak yang merupakan
jalan satu-satunya jalan untuk menghentikan adanya perpecahan itu.
b. Talak haram.
Yakni
apabial talak merugikan suami istri, dan apabila perbuatan talak itu tidak ada
kemaslahatan yang hendak dicapai.
c. Talak sunnah.
Yakni
apabila talak dilakukan karena salah satu pihak melalaikan atau mengabaikan
kewajiban untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, puasa dan
lain sebagainnya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istrinya menjalankan
kewajiban tersebut atau istri tidak punya rasa malu.
d. Talak mubah.
Karena
adanya suatu sebab istri tidak dapat menjaga diri dan harta suaminya dikala
tidak ada suaminya atau karena istri tidak baik akhlak dan budipekertinya.
e. Talak makruh.
Yakni
talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yang saleh atau yang berbudi
mulia.
Dasar-dasar
yang berakibat perceraian perkawinan adalah sebagai berikut :
1. Zina.
2. Meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk.
3. Dikenakan
penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi setelah dilangsungkan
perkawinan..
4. Pencederaan
berat atau penganiayaan yang dilakukan oleh salah seorang suami atau istri
terhadap orang lainnya sedemimian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa
atau mendatangkan luka-luka yang membahayakan.
Undang-undang no 1/1974 pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa antar suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Undang-undang no 1/1974 pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alas an bahwa antar suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Adapun alasan-alasan bagi suami
untuk sampai pada ucapan talak adalah dikarenakan istri berbuat zina, nusyuz
(suka kelaur rumah yang mencurigakan), suka mabuk, berjudi dan atau berbuat
sesuatu yang ketentraman dalam rumah tangga atau sebab-sebab lain yang tidak
memungkinkan pembinaan rumah tangga yang rukun dan damai.
|
Rujuk adalah mengembalikan istri
yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut
bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini
adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak
raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa
iddahnya dengan ucapan tertentu.
menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh.
menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh.
Menurut para ulama mazhab ruju’ juga
tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.
Firman Allah SWT Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Baqarah :228).
Dapat di
rumuskan bahwa ruju’ ialah mengembalikan setatus hokum perkawinan secara penuh
setelah terjadinya talak raj’I yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa idddah, dengan ucapan tertentu.
Dengan terjadinya talak raj’I. maka kekuasaan bekas suami terhadap istri menjadi berkurang, namun masih ada pertalian hak dan kewajiban antara keduanya selama istri dalam masa iddahnya, yaitu kewajiban menyediakan tempat tinggal serta jaminan nafkah, dan sebagai imbangannya bekas suami memiliki hak prioritas untuk meruju’ bekas istrinya itu dalam arti mengembalikannya kepada kedudukannya sebagai istri secara penuh, dan pernyataan ruju’ itu menjadi halal bekas suami mencampuri bekas istri yang dimaksud, sebab dengan demikain setatus perkawinan mereka kembali sebagai sedia kala.
Perceraian ada tiga cara, yaitu :
Dengan terjadinya talak raj’I. maka kekuasaan bekas suami terhadap istri menjadi berkurang, namun masih ada pertalian hak dan kewajiban antara keduanya selama istri dalam masa iddahnya, yaitu kewajiban menyediakan tempat tinggal serta jaminan nafkah, dan sebagai imbangannya bekas suami memiliki hak prioritas untuk meruju’ bekas istrinya itu dalam arti mengembalikannya kepada kedudukannya sebagai istri secara penuh, dan pernyataan ruju’ itu menjadi halal bekas suami mencampuri bekas istri yang dimaksud, sebab dengan demikain setatus perkawinan mereka kembali sebagai sedia kala.
Perceraian ada tiga cara, yaitu :
1. Talaq bain qubra (talaq tiga).
Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak sah menikah lagi dengan bekas
istrinya itu, keculi apbila si istri sudah menukah dengan orang lain, sudah
campur, sudah diceraikan, sudah habis pula masa iddah, barulah suami pertama
boleh menikahinya lagi.
2. Talaq bain sughra (talaq tebus)
dalam hal ini sumai tidak sah rujuk lagi, tetapi bileh menikah lagi, baik dalam
pada masa iddah maupun sesuadah habis iddah.
3. Talaq satu atau talaq dua, dinamakan
talaq raj’i. artinya si suami boleh rujuk kembali kepada istrinya selama msih
dalam masa iddah.
Hukum Rujuk
a. Wajib khusus bagi laki-laki yang
mempunyai istri lebih dari satu jika salah seorang ditalak sebelum gilirannya
disempurnakannya.
b. Haram apabila rujuk itu, istri akan
lebih menderita.
c. Makruh kalau diteruskan bercerai
akan lebih baik bagi suami istri
d. Jaiz, hukum asal Rujuk.
e. Sunah jika rujuk akan membuat lebih
baik dan manfaat bagi suami istri.
1.
Hokum
ruju’ terhadap talak raj’I
kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju; istrinya selama istrinya itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan seorang istri. Sesuai dengan pengertian surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi ”Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu.”
kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju; istrinya selama istrinya itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan seorang istri. Sesuai dengan pengertian surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi ”Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu.”
2.
Hokum
ruju’ terhadap talak ba’in
Talak ba’in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istri
yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru.
Mazhab empat sepakat bahwa hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang untuk mengawinkannya kembali disyaratkan adanya akad.
Talak ba’in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istri
yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru.
Mazhab empat sepakat bahwa hukum wanita seperti itu sama dengan wanita lain (bukan istri) yang untuk mengawinkannya kembali disyaratkan adanya akad.
Rukun Rujuk
1.
Istri, syaratnya
pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam masa iddah, isteri yang tertentu
yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan salah
seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukan-maka rujuknya
itu tidak sah.
2.
Suami, syaratnya
atas kehendak sendiri tidak dipaksa
3.
Saksi yaitu dua
orang laki-laki yang adil.
4.
Sighat (lafal)
rujuk ada dua, yaitu
1)
terang-terangan , misalnya “Saya rujuk kepadamu”
2) perkataan
sindiran, misalnya “Saya pegang engkau” atau “saya kawin engkau” dan
sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau yng
lainnya.
|
Pernikahan dalam Islam memiliki
banyak hikmah. Oleh karena itu, Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah dan
tidak hidup melajang. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, yang
hidup sebagaimana manusia pada umumnya, hidup menikah dan tinggal bersama
orang-orang yang dicintai. Berikut ini beberapa hikmah pernikahan dalam Islam
yang bisa diambil pelajaran;
1. Menikah akan meninggikan harkat dan martabat
manusia.
Lihatlah bagaimana kehidupan
manusia-manusia yang secara bebas mengumbar nafsu biologisnya tanpa melalui
bingkai halal sebuah pernikahan, maka martabat dan harga diri mereka sama
liarnya dengan nafsu yang tak bisa mereka kandangkan. Menikah menjadikan harkat
dan martabat manusia-manusia yang menjalaninya menjadi lebih mulia dan
terhormat. Manusia secara jelas akan berbeda dengan binatang, apabila ia mampu
menjaga hawa nafsunya melalui pernikahan.
2. Menikah memuliakan kaum wanita.
Banyak wanita-wanita yang pada
akhirnya terjerumus pada kehidupan hitam hanya karena diawali oleh kegagalan
menikah dengan orang-orang yang menyakiti kehidupan mereka. Menikah dapat
memuliakan kaum wanita. Mereka akan ditempatkan sebagai ratu dan permaisuri
dalam keluarga.
3. Menikah adalah cara melanjutkan
keturunan.
Salah satu tujuan menikah adalah
meneruskan keturunan. Pasangan yang shaleh diharapkan mampu melanjutkan
keturunan yang shaleh pula, dari anak-anak yang shaleh ini akan tercipta sebuah
keluarga shaleh, selanjutnya menjadi awal bagi terbentuknya kelompok-kelompok
masyarakat yang shaleh sebagai cikal bakal kebangkitan Islam di masa akan
datang.
4. Wujud kecintaan Allah pada
makhluk-Nya untuk dapat menyalurkan kebutuhan biologis secara terhormat dan
baik.
Inilah bukti kecintaah Allah
terhadap makhluk-Nya. Dia memberikan cara bagi makhluk-Nya untuk dapat memenuhi
kebutuhan manusiawi seorang makhluk. Di dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan
banyak keberkahan dan kebahagiaan hidup yang akan dirasakan melalui adanya
pernikahan. Allah menjadikan makhluk-Nya berpasang-pasangan, dan ditumbuhkan
padanya satu sama lain rasa cinta dan kasih sayang.
|
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR I TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR I TAHUN 1974
TENTANG
PERKAWINAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita¬-cita untuk pembinaan hukum
nasional, perlu adanya Undang-undang tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua
warga negara.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan
Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 :
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/ 1983.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan
Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 :
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/ 1983.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKAWINAN
BAB
I
DASAR PERKAWINAN
DASAR PERKAWINAN
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkn ketuhanan Yang Maha
Esa
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3.
(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3.
(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan se¬bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut
a. Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan¬ hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-isteri dan anak-anak mereka.
(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan se¬bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang harus dipenuhi syarat syarat sebagai berikut
a. Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan¬ hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;
c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-isteri dan anak-anak mereka.
(2)
Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mungkin diminta
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila
tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau
karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.